Amuk massa di Tanjung Balai, vihara dan kelenteng dibakar
- 3 jam lalu
Tujuh orang terduga penjarah diperiksa terkait kerusuhan bermula dari permintaan seorang perempuan kepada seorang imam untuk mengecilkan pengeras suara mesjid, dalang dan pelaku masih dicari.
Pembakaran-pembakaran itu mulai meletus Jumat (29/7) menjelang tengah malam, sekitar pukul 23.00.
"Ada enam vihara dan kelenteng yang diserang beberapa ratus warga. Namun kebanyakan, pembakarannya dilakukan pada alat-alat persembahyangan, dan bangunannya sendiri tidak terbakar habis," kata juru bicara Kepolisian daerah Sumatera Utara, Kombes Rina Sari Ginting kepada Ging Ginanjar dari BBC Indonesia.
- Jamaah Ahmadiyah 'diungsikan', Komnas HAM turun tangan
- Sikap intoleran 'kian meluas' di masyarakat Indonesia
- Pemerintah RI dituntut penuhi hak anggota eks Gafatar
Ditanya mengapa massa bisa leluasa mengamuk dan seakan polisi membiarkan, Rina Ginting menjawab, "Kami masih sedang mendalami, namun tidak betul polisi membiarkan."
"Saat itu sebetulnya sedang berlangsung dialog, namun massa di luar bergerak sendiri. Mereka bergerak cepat, kami berusaha meminta mereka untuk membubarkan diri dan tidak melakukan kekerasan. Dan jumlah polisi sangat terbatas."
"Kami terus mendalami, dan menyelidiki siapa pelaku-pelakunya, siapa dalangnya. Mereka pasti ditindak, karena ini merupakan perbuatan pidana," tegasnya.
Adapun tujuh orang yang sudah 'diamankan' dan masih diinterogasi, terkait dugaan penjarahan saat kejadian, bukan pada tindakan perusakan dan pembakaran.
Ditambahkannya, amukan orang-orang yang sebagian adalah anak muda itu berlangsung beberapa jam, dan mulai membubarkan diri sekitar pukul 04.30.
"Namun bakar-bakarannya sendiri, tak berlangsung lama, karena yang dibakar adalah barang-barang persembahyangan. Misalnya dupa, gaharu, lilin, minyak dan kertas, patung Budha, gong., dan perabotan seperti meja, kursi, lampu, lampion. Bangunan-bangunannya sendiri, terbakar sedikit."
- Eks pimpinan Gafatar: MUI 'tak berhak' sebut mereka sesat
- Warga Ahmadiyah di Bangka memilih 'tetap bertahan'
- Dievakuasi ke Jakarta, eks Gafatar 'pertanyakan penyuluhan agama'
Bermula dari volume pengeras suara mesjid
Disebutkannya, ketegangan bermula menjelang shalat Isya, setelah Meliana, seorang perempuan Tionghoa berusia 41 tahun yang meminta agar pengurus mesjid Al Maksum di lingkungannya mengecilkan volume pengeras suaranya.
Sesudah shalat Isya, sekitar pukul 20.00 sejumlah jemaah dan pengurus mesjid mendatangi rumah Meliana. Lalu atas prakarsa Kepala Lingkungan, Meliana dan suaminya dibahwa ke kantor lurah.
- MUI telaah pengeras suara masjid dan pemutaran kaset mengaji
- Pengeras suara masjid, yang terbantu dan terganggu
- Sebagian masjid 'tidak mematuhi' aturan pengeras suara
Namun suasana memanas, Meliana dan suaminya kemudian 'diamankan' ke Polsek Tanjung Balai Selatan.
"Di kantor Polsek lalu dilakukan pembicaraan yang melibatkan Camat, Kepala Lingkungan, tokoh masyarakat, Ketua MUI, dan Ketua FPI setempat," kata Rina Ginting.
Ia mengaku belum tahu, mengapa FPI dilibatkan.
"Tapi di luar, massa mulai banyak berkumpul, dengan banyak mahasiswa, mereka melakukan pula orasi-orasi. Tapi kami bisa menghimbah mereka dan mereka pun membubarkan diri.'
Namun katanya, dua jam kemudian massa berkumpul lagi, kemungkinan akibat pesan di media sosial.
Mereka lalu mendatangi rumah Meliana dan bermaksud membakarnya namun dicegah oleh warga sekitar. Sesudah itu, massa yang semakin banyak dan semakin panas bergerak menuju Vihara Juanda yg berjarak sekitar 500 meter dan berupaya utk membakarnya tapi dihadang oleh para petugas Polres Tanjung Balau. massa yang marah lalu melempar vihara itu dengan batu.
"Lalu massa bergerak ke tempt lain, yang ternyata melakukan pembakaran di beberapa vihara dan kelenteng, yang jaraknya berdekatan" papar Rina Ginting pula.
Disebutkannya tercatat pembakaran dan perusakan terjadi pada setidaknya enam vihara dan sejumlah kelenteng dan beberapa bangunan lain, serta sejumlah kendaraan.
0 Response to "Amuk massa di Tanjung Balai, vihara dan kelenteng dibakar."
Posting Komentar